Rihanna - Dancing In The Dark

Tuesday, December 11, 2012

Dream Believe (Part 2) Alice

Daun-daun terus berguguran. Angin bertiup dengan perlahan seolah menggelitik leherku, melewati rambutku yang terurai panjang. Entah mengapa meski telah musim gugur, namun masih terasa dingin bagiku. Entahlah, orang-orang berlalu lalang mengenakan pakaian tipis dan pendek. Beberapa diantara mereka memandangku sinis, seolah aku ini makhluk asing yang mengenakan mantel bulu ditengah terik matahari. Akupun bingung apa yang aku kerjakan disini. Sebenarnya itu bukan berarti aku tidak memiliki kegiatan apapun, sejak tadi aku hanya menikmati pemandangan danau yang ada di taman ini. Sejak pulang sekolah tadi, pikiranku hanya tertuju pada dua hal, pulang dan taman ini.

Namaku Alice Santana Putri. Gadis Indonesia yang saat ini berusia 15 tahun dan tengah melanjutkan sekolah menengah atasnya di negeri kangguru, Australia. Aku baru 2 minggu di sini, dan mulai minggu ini aku bersekolah di Penola Catholic. Yap, seperti yang telah aku perkirakan. Di hari pertamaku memulai grade 10, tak ada satupun teman yang kudapat.

Sebenarnya, bukan akulah yang menginginkan untuk bersekolah di sini. Mama yang menyuruhku melanjutkan sekolah hingga kuliah. Aku tidak dapat menolak, apalagi keinginan mama. Meski banyak yang sudah aku korbankan untuk mewujudkan keinginan mama, mulai dari teman-teman SMP ku yang sekarang masih dapat terhubung denganku melalui skype dan sosial media lainnya. Dan juga Putra, pacarku. Aku harus memutuskannya sebelum pergi ke Australia. Dan kalau aku ceritakan, tentu aku akan menangis. Aku memutuskan hubungan yang telah aku bangun dengan Putra selama 3 tahun itu di airport tepat 10 menit sebelum pesawat yang akan membawaku ke Australia take off. Itu membuatku menangis selama perjalanan.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kurapatkan mantel buluku karena kurasa udara dingin terus berhembus kearahku. Aku terus memicingkan mata ke arah danau yang disinari cahaya matahari, sangat indah. Tiba-tiba ada sesuatu yang menyentuh kaki kananku, sebuah skate. Entah milik siapa, aku hanya memegangnya dan seorang laki-laki mengenakan seragam sekolah yang sama denganku menghampiriku. Aku rasa ini miliknya, aku hanya berusaha tersenyum padanya dan meluncurkan pelan skate itu dengan perlahan ke arahnya. Dia mengucapkan terima kasih dan duduk di bangku yang ada di seberangku. Entah kenapa, tapi aku merasa dia terus menatap ke arahku sesekali. Sudahlah, kucoba mengalihkan pikiranku hanya pada danau yang ada dihadapanku sekarang. Lebih tenang rasanya.

10 menit berlalu, dan kulihat orang itu masih duduk di seberang kursiku, entah apa maunya. Kuputuskan, untuk menghampirinya. Aku merasa sedikit risih dan jengkel jika diperhatikan seperti tadi oleh dia. Seperti aku ini makhluk asing dan jelek.

Kita berbicara sesaat, dan kudapati dia bisa berbahasa Indonesia. Suatu yang mengejutkan hari ini. Dimana aku dapat menemui seseorang yang bisa kuajak berbahasa negaraku sendiri. Bukan berarti aku tak bisa berbahasa Inggris, aku hanya tak terbiasa dan sedikit malas untuk menggunakan English sebagai bahasa sehari-hari.

Namanya Liam, dia tahu segala tentang aku. Mulai dari asal negaraku, umur dan sekolah. Semua dia ketahui dari seragam dan tanda pengenal yang ada di balik mantelku. Sedikit lucu jika kubayangkan tentang awal pertemuanku dengannya, dia orang yang ramah dan kupikir baik dan ceria.

Aku pamit dengannya "Senang bertemu denganmu Liam. Tapi sekarang aku harus pulang." ucapku.
"Hah? tunggu alice, dimana rumahmu? aku tak ingin kita terpisah sampai saat ini saja." terianya saat melihatku akan pergi.
"Haha, kau kenapa? rumahku di 1225 syncore jalan sandyoaks. Aku tinggal bersama tanteku." ucapku lalu bergegas pergi.

Aku pergi meninggalkan Liam. Dalam hati aku senang sekali bisa bertemu dengan orang seramah dia. Apalagi, kupikir dia pria yang manis. Astaga, apakah ini. Alice, kau kenapa? Haha, sesuatu yang aneh menghantui kepalaku saat ini. Pusing rasanya saat dalam perjalanan menuju rumah. Yang kupikirkan adalah Liam. Tidak mau munafik, tapi memang aku juga tidak mau kejadian hari ini adalah pertemuan terakhirku dengan Liam.